Proses Terbentuknya Awan dan Terjadinya Hujan
Langit
yang cerah berhias awan yang indah. Awan sendiri akan tampak seperti
gula kapas yang manis yang bergumpal – gumpal cantik. Awan akan tampak
berwarna putih ketika cuaca sedang cerah, dan akan tampak berwarna gelap
atau hitam ketika mendung akan hujan. Awan sendiri tidak selalu
bergumpal, namun ada juga yang kadang tersebar tipis, berbentuk seperti
sisik ikan, atau bergaris-garis seperti serat.
Awan
memang sangat indah, namun kadang juga ia selalu berubah – ubah karena
berbagai faktor, bisa karena angin, ataupun pengaruh cuaca yang sedang
di alami. Menurut saya sendiri awan yang menghisasi langit di siang hari
bagaikan lukisan yang sangat indah, apa lagi ketika melihat
terpampangnya awan awan cantik di ujung pasti pantai dengan menatap
matahari yang terbenam.
Proses
terbentuknya awan sendiri diawali dengan turunnya hujan, kemudian
cahaya Matahari yang sampai di ke permukaan bumi akan diserap oleh
tanah, diserap oleh tumbuhan sebagai bahan pembentuk makanannya,
menghangatkan sungai, danau, laut, parit dll, sehingga menyebabkan air
menguap. Uap air naik ke udara atau atmosfer yang semakin lama dan
semakin tinggi dikarenakan udara di dekat permukaan bumi lebih besar
dibandingkan di atmosfer dibagian atas, ini hampir mirip dengan proses
perpindahan dikarenakan perbedaan tekanan. Semakin ke atas, suhu
atmosfer juga semakin dingin, maka uap air mengembun pada debu-debu
atmosfer, membentuk titik air yang sangat halus berukuran 2 – 100 mm (1
mm = 1 / 1.000.000 meter). Aerosol yang berfungsi sebagai inti
kondensasi atau inti pengembunan. Kecepatan pembentukan tetes tersebut
ditentukan oleh banyaknya inti kondensasi. Proses dimana tetes air dari
fasa uap terbentuk pada inti kondensasi disebut pengintian heterogen.
Adapun pembentukan tetes air dari fasa uap dalam suatu lingkungan murni
yang memerlukan kondisi sangat jenuh (supersaturation) disebut
pengintian homogen. Pengintian homogen yaitu pembekuan pada air murni
hanya akan terjadi pada suhu dibawah -40 °C. Akan tetapi dengan
keberadaan aerosol sebagai inti kondensasi maka pembekuan dapat terjadi
pada suhu hanya beberapa derajat dibawah 0°C.
Secara singkat proses kondensasi dalam pembentukan awan adalah sebagai berikut :
- Udara yang bergerak ke atas akan mengalami pendinginan secara adiabatik sehingga kelembaban nisbinya (RH) akan bertambah, tetapi sebelum RH mencapai 100 yaitu sekitar 78 kondensasi telah dimulai pada inti kondensasi yang lebih besar dan aktif. Perubahan RH terjadi karena adanya penambahan uap air oleh penguapan atau penurunan tekanan uap jenuh melalui pendinginan.
- Tetes air kemudian mulai tumbuh menjadi tetes awan pada saat RH mendekati 100 Karena uap air telah digunakan oleh inti-inti yang lebih besar dan inti yang lebih kecil kurang aktif tidak berperan maka volume tetes awan yang terbentuk jauh lebih kecil dari jumlah inti kondensasi.
- Tetes awan yang terbentuk umumnya mempunyai jari-jari 5 – 20 mm. Tetes dengan ukuran ini akan jatuh dengan kecepatan 0,01 – 5 cm/s sedang kecepatan aliran udara ke atas jauh lebih besar sehingga tetes awan tersebut tidak akan jatuh ke bumi. Bahkan jika kelembaban udara kurang dari 90 Maka tetes tersebut akan menguap. Untuk dapat jatuh ke bumi tanpa menguap maka diperlukan suatu tetes yang lebih besar yaitu sekitar 1 mm (1000 mikrometer), karena hanya dengan ukuran demikian tetes tersebut dapat mengalahkan gerakan udara ke atas (Neiburger, et. al., 1995).
- Jadi perbedaan antara tetes awan dan tetes hujan adalah pada ukurannya. Jika sebuah awan tumbuh secara kontinyu, maka puncak awan akan melewati isoterm 0 °C. Tetapi sebagian tetes-tetes awan masih berbentuk cair dan sebagian lagi berbentuk padat atau kristal-kristal es jika terdapat inti pembekuan. Jika tidak terdapat inti pembekuan, maka tetes-tetes awan tetap berbentuk cair hingga mencapai suhu -40 °C bahkan lebih rendah lagi.
Bentuk
awan bermacam macam tergantung dari keadaan cuaca dan ketinggiannya.
Tapi bentuk utamanya ada tiga jenis yaitu, yang berlapis-lapis dalam
bahasa latin disebut stratus, yang bentuknya berserat-serat disebut
cirrus, dan yang bergumpal-gumpal disebut cumulus (ejaan Indonesia:
stratus, sirus, dan kumulus).
Di
daerah rendah (kurang dari 3.000 m) yang terendah, awan stratus menutupi
puncak gunung yang tidak terlalu tinggi. Di daerah rendah tengah, awan
berbentuk strato-kumulus, dan yang dekat ketinggian 3.000 m awan
berbentuk kumulus. Awan besar dan tebal di daerah rendah disebut
kumulo-nimbus berpotensi menjadi hujan, menyebabkan terjadinya guruh dan
petir.
Awan
pada ketinggian menengah dapat terbentuk di atas gunung yang tingginya
lebih dari 3.000 m, membentuk payung di atas puncaknya. Misalnya di atas
Gunung Ciremai (3.078 m), di puncak-puncak pegunungan Jaya Wijaya di
Irian yang tingginya antara 4.000-5.000 m, bahkan selalu diliputi salju.
Demikian juga Gunung Fuji (3.776 m) puncaknya selalu diliputi salju
putih cemerlang sangat indah. Pada ketinggian menengah ini dapat
terbentuk awan alto-stratus yang berderet-deret, alto kumulus, dan
alto-sirus.
Bagaimana
dengan awan di daerah tinggi (di atas 6.000 m)? Di sana terbentuk awan
siro-stratus yang tampak sebagai teja di sekitar matahari atau bulan.
Juga terbentuk awan siro-kumulus yang bentuknya berkeping keping
terhampar luas. Juga dapat terbentuk awan sirus yang tipis bertebar
seperti asap.
Jenis-jenis awan- Stratus
Letaknya rendah, berwarna abu-abu dan pinggirnya bergerigi dan menghasilkan hujan gerimis salju. - Cumulus
Letaknya rendah, tidak menyatu / terpisah-pisah. Bagian dasarnya berwarna hitam dan di atasnya putih. Awan ini biasanya menghasilkan hujan - Stratocumulus
Letaknya rendah, berwarna putih atau keabua-abuan. Bentuknya bergelombang dan tidak membawa hujan. - Cumulonimbus
Letaknya rendah sperti menara, berwarna putih dan hitam, membawa badai. - Nimbostratus
Letaknya tidak terlalu tinggi, gelap, lapisannya pekat, bagian bawah bergerigi serta membawa hujan atau salju. - Altostratus
Ketinggian sedang, awan berwarna keabu-abuan, tipis, mengandung hujan. - Altocumulus
Ketinggian sedang, putih atau abu-abu, bergulung-gulung atau melingkar seperti makaroni. - Cirrus
Tinggi, putih atau sebagian besar putih seperti sutra tipis, bergaris-garis - Cirrostratus
Tinggi, putih seperti cadar, bisa juga seperi untaian, luas menutupi langit - Cirrocumulus
Tinggi, tebal, putih, terpecah-pecah, mengandung butir-butir es kecil.
Berikut ini adalah ketinggian jenis awan utama yang diukur dari bagian dasar
- Stratus, di bawah 450 m
- Kumulus, Stratokumulus dan Kumulonimbus berada di ketinggian 450 – 2000 m
- Nimbostratus, 900 – 3000 m
- Altostratus dan Altokumulus berada di ketinggian 2000 – 7000m
- Sirus, Sirostratus dan Sirokumulus berada di ketinggian 5000 – 13.500 m
Berdasarkan
suhu lingkungan fisik atmosfer dimana awan tersebut berkembang, awan
dibedakan atas awan dingin (cold cloud) dan awan hangat (warm cloud).
Terminologi awan dingin diberikan untuk awan yang semua bagiannya berada
pada lingkungan atmosfer dengan suhu di bawah titik beku ( 00C).
Awan
dingin kebanyakan adalah awan yang berada pada daerah lintang menengah
dan tinggi, dimana suhu udara dekat permukaan tanah saja bisa mencapai
nilai <00C. Di daerah tropis seperti halnya di Indonesia, suhu udara
dekat permukaan tanah sekitar 20-300C, dasar awan mempunyai suhu sekitar
180C. Namun demikian puncak awan dapat menembus jauh ke atas melampaui
titik beku, sehingga sebagian awan merupakan awan hangat, sebagian lagi
diatasnya merupakan awan dingin. Awan semacam ini disebut awan campuran
(mixed cloud).
Proses Terjadinya Hujan Pada Awan Dingin
Pada
awan dingin hujan dimulai dari adanya kristal-kristal es. yang
berkembang membesar melalui dua cara yaitu deposit uap air atau air
super dingin (supercooled water) langsung pada kristal es atau melalui
penggabungan menjadi butiran es. Keberadaan kristal es sangat penting
dalam pembentukan hujan pada awan dingin, sehingga pembentukan hujan
dari awan dingin sering juga disebut proses kristal es.
Sewaktu
udara naik lebih tinggi ke atmosfer, terbentuklah titik-titik air, dan
terbentuklah awan. Ketika sampai pada ketinggian tertentu yang sumbunya
berada di bawah titik beku, awan itu membeku menjadi kristal es
kecil-kecil. Udara sekelilingnya yang tidak begitu dingin membeku pada
kristal tadi. Dengan demikian kristal bertambah besar dan menjadi
butir-butir salju. Bila menjadi terlalu berat, salju itu turun. Bila
melalui udara lebih hangat, salju itu mencair menjadi hujan. Pada musim
dingin salju jatuh tanpa mencair.
Proses Terjadinya Hujan Pada Awan Hangat
Ketika
uap air terangkat naik ke atmosfer, baik oleh aktivitas konveksi
ataupun oleh proses orografis (karena adanya halangan gunung atau
bukit), maka pada level tertentu partikel aerosol (berukuran 0,01 – 0,1
mikron) yang banyak beterbangan di udara akan berfungsi sebagai inti
kondensasi (condensation nucleus) yang menyebabkan uap air tersebut
mengalami pengembunan.Sumber utama inti kondensasi adalah garam yang
berasal dari golakan air laut. Karena bersifat higroskofik maka sejak
berlangsungnya kondensasi, partikel berubah menjadi tetes cair
(droplets) dan kumpulan dari banyak droplets membentuk awan. Partikel
air yang mengelilingi kristal garam dan partikel debu menebal, sehingga
titik-titik tersebut menjadi lebih berat dari udara, mulai jatuh dari
awan sebagai hujan.
Jika
diantara partikel terdapat partikel besar (Giant Nuclei : GN : 0,1 – 5
mikron) maka ketika kebanyakan partikel dalam awan baru mencapai sekitar
30 mikron, ia sudah mencapai ukuran sekitar 40 – 50 mikron. Dalam gerak
turun ia akan lebih cepat dari yang lainnya sehingga bertindak sebagai
kolektor karena sepanjang lintasannya ke bawah ia menumbuk tetes lain
yang lebih kecil, bergabung dan jauh menjadi lebih besar lagi (proses
tumbukan dan penggabungan).
Proses
ini berlangsung berulang-ulang dan merambat keseluruh bagian awan. Bila
dalam awan terdapat cukup banyak GN maka proses berlangsung secara
autokonversi atau reaksi berangkai (Langmuir Chain Reaction) di seluruh
awan, dan dimulailah proses hujan dalam awan tersebut, secara fisik
terlihat dasar awan menjadi lebih gelap. Hujan turun dari awan bila
melalui proses tumbukan dan penggabungan, droplets dapat berkembang
menjadi tetes hujan berukuran 1.000 mikron atau lebih besar. Pada
keadaan tertentu partikel-partikel dengan spektrum GN tidak tersedia,
sehingga proses hujan tidak dapat berlangsung atau dimulai, karena
proses tumbukan dan penggabungan tidak terjadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar